Wednesday, July 18, 2007

TATAPAN MATA

Ada yang janggal tiap kali kau ada di dekatku. Sebentuk perasaan aneh mengisi ruang hatiku tatkala interaksi terjalin di antara kita. Matamu laksana medan magnet panca indera. Memancarkan sejumlah energi yang sanggup menarik kelima inderaku untuk menyatu bersamanya.

Tatapanmu mengandung bahasa tak beraksara. Entah dengan alat apa aku bisa membacanya. Aku hanya bisa membalasnya dengan mengirimkan signal yang sama. Seandainya aku sedang berada dalam Mesin MRI (Magnetic Resonance Imaging), tentu caudate nucleus ku sedang menyala dalam kapasitas maksimum. Kapsul Prozac pun kurasa takkan sanggup meningkatkan kadar serotonin dalam darahku saat ini.

Aku menjelajahi ranah tak berwadah dalam tatapanmu. Mencoba menemukan sesuatu yang bisa kupahami dengan sempurna. Kubentangkan kesadaran kolektif yang memuat memori masa-masa kecil. Mungkin sosokmu adalah representasi masa itu dalam wujud yang berbeda. Tatapanmu menggiringku kembali ke masa puluhan tahun silam. Aku tak tahu, sosokmu mengingatkanku pada ibu, ayah, saudara, teman sepermainan atau malah diriku sendiri. Thomas Lewis mungkin benar dengan teorinya. Cinta berakar pada pengalaman masa kanak-kanak yang terpatri dalam alam bawah sadar. Rasa nyaman pada masa kecil selalu diupayakan untuk diraih kembali pada saat dewasa.

Kutinggalkan kenangan masa lalu yang tak memberiku kesimpulan akhir. Aku tetap membalas tatapanmu. Berusaha menemukan hal lain yang bisa memberiku jawaban. Matamu laksana bintang yang bersinar terang, mungkin setara dengan bintang Timur yang dilihat orang-orang Majus menjelang kelahiran Yesus. Bulu matamu yang lentik serupa lekukan jemari penari-penari perempuan Bali yang membentuk konfigurasi yang sangat nyeni. Physically, kuakui tampangmu menarik, sangat menarik malah. Tapi, hanya itukah yang sanggup menstimulasi produksi dopamin dalam tubuhku? I don’t think so. Banyak yang lebih menarik darimu di luar sana, tapi saat aku menatap mereka, aku tak merasakan sensasi seperti saat memandangimu.

Aku menggenggam tanganmu dengan lembut. Mengelusnya dengan penuh perasaan. Sejumlah getaran merambati sekujur tubuhku. Membuat rambut-rambut halus di sekujur permukaan tubuhku bereaksi. Inikah yang dinamakan birahi? Maybe. Aku menduga, saat kulit kita bersentuhan sejumlah oksitosin dialirkan ke dalam tubuhku. Membuatku ingin mendekapmu dengan hangat. Menyentuhkan sebanyak mungkin permukaan kulitku dengan permukaan kulitmu.

Akhirnya aku menyerah. Tak kutemukan jawaban dalam tatapnmu. Ia tetaplah misteri indah yang selalu kunikmati. Yang aku tahu dan miliki hanya rasa. Tak terdefinisi dan tak berwujud. Mungkin rasa yang orang bilang CINTA.

“Buat seseorang yang tak bisa dan tak mungkin kumiliki”

Balikpapan, 17 Juli 2007.

Catatan : Artikel tentang MRI dan caudate nucleus dapat dibaca dalam National Geographic Indonesia Edisi Februari 2006.