Saturday, September 12, 2009

SENANDIKA

Tuhan, aku menangis.
Seorang perempuan tengah berjuang antara hidup dan mati demi kelahiran anaknya.
Tak kusaksikan apalagi kurasakan bagaimana sakitnya itu.
Namun, membayangkannya saja sudah membuat mataku berkaca-kaca.

Tuhan, aku merindu.
Seorang bayi yang padanya kumiliki cinta yang dalam sedang menunggu untuk dipisahkan dari tembuninya.
Tak kudengar tangisan pertamanya ketika dunia menyambut.
Namun, cintaku padanya membahagiakanku.

Tuhan, aku bersolilokui.
Seorang lelaki tengah menunggu wujud fisik dari kelestarian maskulinitasnya.
Tak kulihat wajahnya di mana aku sering bercermin.
Namun kuyakin, jarak tak menghalanginya merasakan hadirku.

Tuhan, aku ingin seperti malaikat.
Sebuah keluarga sedang menanti bayi pertamanya.
Tak kutemani suami istri itu dalam penantian mereka yang mendebarkan.
Namun, doa dan cintaku selalu menyertai.

Tuhan, aku berdoa.
Mungkin terlalu banyak sudah doa yang kuminta padaMu. Mungkin sudah terlalu lama pula kunafikan doa.
Namun, hanya itu yang sanggup kuberi saat ini untuk sebuah kehidupan yang hendak terjelang.


PS. Untuk Senandika Himada, anak non-biologisku. Tak kuwariskan satu pun gen dalam 23 pasang kromosommu, namun aku hanya punya cinta yang semoga melayakkanku untuk memanggilmu ‘nak’.

Balikpapan, 11 September 2009
10:05 pm.