Friday, November 9, 2007

JARI MANIS

Hari ini, salah satu sahabatku menikah. Ada sukacita dan antusiasme saat pagi-pagi bangun untuk persiapan menghadiri pemberkatan nikah di gereja dan resepsi pernikahan. Aku menikmati saat-saat di mana aku kebingungan memilih baju dan celana yang pas. Bolak-balik ke depan cermin, sekedar menyisir rambut agar selalu tampak rapi. Menyemprotkan parfum ke segala penjuru tubuh. Dan, akhirnya berangkat dengan keyakinan penampilan sudah dalam kondisi prima.

Sebenarnya, ini di luar kebiasaanku. Belum pernah gairah seperti ini muncul saat akan menghadiri sebuah acara pernikahan. Biasanya, kehadiran di acara semacam ini hanyalah sebuah formalitas untuk menghargai undangan yang punya hajatan. Entah kenapa, suasana di acara pernikahan tak pernah menarik minatku. Aku lebih suka datang ke acara pemakaman yang dikemas dalam ritual adat Toraja. Namun, kali ini suasana hatiku terasa berbeda. Untuk pertama kalinya, aku merasakan sesuatu yang bergejolak. Tapi, jangan berpikir bahwa ini adalah dorongan untuk segera ikut menikah. Sama sekali bukan.

Aku mengikuti proses pemberkatan nikah dengan khidmat. Saat mengucapkan janji pernikahan, kulihat kesungguhan di mata sahabatku. Entah karena tegang atau benar-benar kesungguhan sejati. Terkadang, lucu juga membayangkan teman yang satu ini bisa seserius itu. Mengingat kekonyolannya saat masih tinggal satu kost semasa kuliah dulu. Pernah, kami menghabiskan malam hingga subuh selama seminggu untuk membahas soal pernikahan. Saat itu, tujuh tahun yang lalu, kami sedang sama-sama jatuh cinta. Untungnya, bukan pada perempuan yang sama. Dari obrolan itu, kami sepakat bahwa kami sudah siap secara mental untuk menikah. Aku tersenyum mengenang masa itu. Bukan karena obrolannya yang “ngawur”, melainkan karena kami sama-sama tidak mendapatkan kedua perempuan tadi.

Pak pendeta turun dari mimbar dan berjalan ke hadapan kedua mempelai. Saatnya meresmikan hubungan mereka di hadapan Tuhan dan jemaat. Sahabatku dan calon istrinya berlutut di lantai di hadapan pendeta. Anggota jemaat berdiri dan menyanyikan Mazmur 134 : 3, “Kiranya Khalik dunia, Allahmu beranugerah, b’ri dari Sion yang teguh, berkatNya pada jalanmu”. Pak pendeta menumpangkan kedua tangan di atas kepala kedua mempelai dan memberkati mereka dalam sebuah pernikahan kudus. Satu pesan yang menurutku sangat berat disampaikan oleh pendeta sebanyak dua kali. “Apa yang dipersatukan oleh Tuhan tidak boleh diceraikan oleh manusia”.

Dari seluruh rangkaian prosesi ini, acara pemasangan cincin menjadi bagian yang paling menarik perhatianku. Kunikmati setiap detik saat sahabatku mengambil cincin dari tangan pendeta lalu secara perlahan memasangkannya pada jari manis istrinya. Aku menghabiskan beberapa menit setelah itu untuk merenungkan makna di balik prosesi pemasangan cincin ini. Ada lima jari di tangan kanan yang memiliki peluang yang sama untuk dipasangi cincin, tapi mengapa harus di jari manis? Tradisi ini tentu punya makna seperti halnya dengan cincin yang tak berujung tak berpangkal sebagai perlambang kontinuitas.

Aku meremas-remas jemari tanganku sambil menerawang. Tiba-tiba saja, aku teringat sebuah artikel yang secara tak sengaja kutemukan di data komputer di lokasi kerja beberapa tahun yang lalu. Aku lalu memainkan jemari tanganku seperti dalam artikel itu. Seketika, darahku berdesir. Sungguh, sebuah permainan sederhana yang mengandung makna yang sangat dalam. Dengan antusias, aku menceritakannya kepada sahabatku yang lain yang duduk di sebelahku.

Ini adalah artikel yang membuatku mengerti mengapa cincin pernikahan harus dipasang di jari manis.

Mengapa Cincin Pernikahan Harus Ditaruh di Jari Manis??


Ikuti langkah berikut ini, Tuhan benar2 membuat keajaiban (ini berasal dari kutipan Cina)

1. Pertama, tunjukkan telapak tangan anda, jari tengah ditekuk ke dalam (lihat gambar).
2. Kemudian, 4 jari yang lain pertemukan ujungnya.
3. Permainan dimulai, 5 pasang jari tetapi hanya 1 pasang yang tidak terpisahkan.
4. Cobalah membuka ibu jari anda, ibu jari mewakili orang tua, ibu jari bisa dibuka karena semua manusia mengalami sakit dan mati. Dengan demikian orang tua kita akan meninggalkan kita suatu hari nanti.
5. Tutup kembali ibu jari anda, kemudian buka jari telunjuk anda, jari telunjuk mewakili kakak dan adik anda, mereka memiliki keluarga sendiri, sehingga mereka juga akan meninggalkan kita.
6. Sekarang tutup kembali jari telunjuk anda, buka jari kelingking, yang mewakili anak2. Cepat atau lambat anak2 juga akan meninggalkan kita.
7. Selanjutnya, tutup jari kelingking anda, bukalah jari manis anda tempat dimana kita menaruh cincin perkawinan anda, anda akan heran karena jari tersebut tidak akan bisa dibuka. Karena jari manis mewakili suami dan istri, selama hidup anda dan pasangan anda akan terus melekat satu sama lain.



Real love will stick together ever and forever

Thumb represent parents
Second finger represent brothers & sisters
Centre finger represent own self
Fourth finger represent your partner
Last finger represent your children

Rantepao, 9 November 2007

3 comments:

Anonymous said...

wew....akhirnya bisa komen jg di tulisan si om ini..bukan karna kepaksa lho..tp krn bener DIPAKSA...wakakakakak.
asik juga ni cerita ttg cincin (g nyoba tes jg game-nya).....yg ini rada ngambil 'gaya'nya fira basuki...ngambil tema yg gk luar biasa sih,&mgkn kurang lebih digali kali ya ttg makna tuh cincin bagi 'aku'...hehehehe. but it's oke,smua yg diperluin buat jadi cerita sdh dilengkapi....
Oce om,g baca cerpen situ yg laen lg ya.trus kembangin tuh ide2 yo (sekali2 bikin cerita yg ada twist-nya dunk..biar seru aje....). GBU om

a-damn said...

ram..gw tuh praktekin ke semua orang dikantor n semua mang ga bisa termasuk aku. tapi ko aneh ada satu orang yang tetap bisa membuka jari manisnya??? padahal tuh dah sesuai instruksi yang tertulis loh, bakan dengan instruksi yang sama hampir semua orang ga bisa tapi ternyata untuk satu orang ini bisa.

apa arti semua ini???? pasti karena ada perceraian yang memisahkan Ram.

gemana???

RAMPA' MAEGA said...

Iman...thanks comment nya, meskipun karena paksaan menurut lo, hehe. I've tried to write with my own style, tapi kalo dibilang ngambil gaya Fira Basuki, wahhhh.....berarti bagus dong blognya, hahahaha. Anyway....thanks sarannya. Lain kali mudah2an bisa nulis yang ada "twist" nya as you said. Dengan senang hati saya menyilahkan membaca tulisan2 saya yang lain. Tapi jangan lupa comments nya yahh, hehe (Ini BUKAN PAKSAAN tapi ANJURAN).

Damn.....Menurut saya, semua hal di dunia ini memiliki pengecualian. Tak ada aturan, norma, kaidah atau apapun yang sifatnya absolut (paling tidak itu yang saya tahu hingga saat ini). Tapi, mungkin juga itu pertanda bahwa meskipun cincin pernikahan sudah dipasang di jari manis, bukan berarti perceraian tak akan ada lagi.

Ketika mencoba permainan ini, saya bisa membuka kedua jari manis saya meskipun tak segampang membuka jari2 yang lain. Saya menerjemahkannya sebagai pertanda bahwa perceraian bukanlah hal yang mustahil. Tapi mudah2an ini tidak menjadi celah untuk dijadikan pembenaran. Permainan sederhana ini hanyalah sebagian kecil dari keajaiban Tuhan mendisain tubuh manusia.

Saya jadi berpikir, gimana kalau diadakan survey permaian ini. Saya penasaran apakah orang2 yang pernah bercerai bisa membuka jari manisnya dengan mudah. Sebaliknya, apakah orang2 yang kesulitan membuka jari manisnya selalu sukses dalam berumah tangga (dalam artian tidak bercerai)? Mungkin bisa dimulai dengan temanmu yang bisa membuka jari manisnya!!!

_Ra-Ma_