Monday, January 11, 2010

KADO TAHUN BARU

Duduk di teras rumah, menatapi langit yang meriah oleh warna-warni kembang api dan bunyinya yang memekakkan telinga. Tidur lima belas menit kemudian hingga pagi pertamaku di tahun ini menyambut dengan hangat. Tidak ada yang istimewa, bukan? Tak ada kontemplasi dengan sebatang lilin yang menyala di meja kamar, tak ada doa-doa sarat harapan dan sebuah kertas bertuliskan target hidup untuk setahun ke depan seperti yang dulu kerap kulakukan.

Entah sejak kapan tak lagi kukultuskan momen-momen serupa itu: Ulang Tahun, Paskah, Natal, dan Tahun Baru. Tak juga kutahu penyebabnya. Hidup berjalan ke mana dia suka, menyeretku ke dimensi-dimensi yang kerap mengejutkan, hingga aku mendapati diriku tak lagi sama. Barangkali, memang tidak ada yang abadi.

Lima jam setelah kuhirup udara pagi pertamaku di tahun ini, telepon di meja kamarku bergetar. Dadaku mengombak melihat nama yang muncul di layarnya. Sejak semalam, kunantikan kabar darinya. Seorang perempuan yang namanya kupatri dengan indah pada ceruk hatiku. Menahun kuakrabi sosoknya, mengenalinya perlahan dalam tempo yang lambat hingga kini, tanpa aksara pun, aku sanggup membaca hatinya. Aku yakin, ia tak menyengaja mengatur waktu lima jam untuk mengabariku hanya karena ia tahu angka itu sangat berarti bagiku. Dia… perempuan yang kerap membuatku tergugu; kecerdasannya, kerendahan hatinya, dan ketulusan cintanya.

Agar kau tak keliru menafsir, ijinkan aku mengisahkan perempuan itu seperti yang tak bosan-bosan kukisahkan pada orang-orang terdekatku.
Berdua, kami ‘sepakat’ untuk menjadi anak bungsu dari lima bersaudara. Dulu, ayahnya yang membaptiskan aku menjadi seorang pengikut Kristus ketika aku berumur setahun. Namun, kami saling mengenal justru puluhan tahun sesudahnya, ketika kami (lagi-lagi) ‘sepakat’ untuk menjadi mahasiswa perantau di universitas yang sama. Seperti yang tadi kukatakan kepadamu, hidup selalu penuh dengan kejutan. Tidak ada yang istimewa dalam awal perkenalan itu. Semua berjalan biasa saja, hingga kemudian hidup membawa kami pada sebuah kondisi yang menyadarkanku bahwa ternyata dia sungguh istimewa.

Kelak, ketika kau mengalami hal yang sama denganku, mungkin akan kaupahami maksudku. Seseorang yang dengannya topik apa saja bisa menjadi obrolan yang panjang dan menarik. Seseorang yang kau rindukan begitu ia tak ada di sampingmu. Seseorang yang pertama kali akan kau beritahu ketika kau bahagia juga ketika kau bersedih. Seseorang yang tetap akan menjawab teleponmu tengah malam sekalipun dan meladenimu mengobrol hingga fajar menjelang. Seseorang yang tak pernah bertanya ‘kok putus?’ ketika telepon kami mendadak terhenti karena masalah jaringan atau kehabisan pulsa. Seseorang yang…

Aku maklum jika kau kemudian akan mencurigai dia sebagai kekasihku. Dulu, kawan-kawan kami pun melakukan hal yang sama. Aku ingin bilang bahwa aku tak pernah sekalipun mengatakan aku menyukainya, dia pun tidak. Namun, kami sama-sama tahu bahwa kami saling menyayangi. Cukupkah bila kukatakan bahwa kami bersahabat? Semoga saja iya, karena memang itulah yang sesungguhnya.

Persahabatan. Kata yang kugumuli sangat lama hingga kemudian aku mengenal perempuan itu. Suatu hari, mungkin akan kausaksikan orang-orang yang datang dan pergi dalam hidupmu. Orang-orang yang kemarin berbagi cawan minum denganmu yang esoknya bahkan tak lagi mau mengenalmu. Kawan yang di depanmu berlaku serupa domba namun di belakangmu berubah menjadi serigala. Aku tak sedang menyumpahimu, tapi kuberitahu, orang-orang semacam itu ada dan aku pernah mengenal beberapa di antaranya. Bahkan mungkin, termasuk aku.

Ketika persahabatan kemudian menjadi utopia, dan kau mulai skeptis terhadapnya, apakah yang kemudian akan menyisa? Aku tak tahu. Sungguh. Namun, ketika aku berada dalam fase seperti itu, aku bertemu dengannya. Perempuan itu hadir. Tanpa komitmen, tanpa syarat, dan tanpa harapan. Dia hanya hadir. Begitu saja. Ketika rasio tak bisa menalar, logika tak bicara apa-apa dan hanya kemenyerahan yang aku punya.

Tadi siang, perempuan itu mengabarkan sebuah berita yang membuat dadaku mengombak. Ia menelepon untuk mengabarkan kelahiranmu yang sudah kami nantikan sepanjang bulan terakhir di tahun kemarin. Sebuah penantian panjang karena dokter pun keliru memprediksi hari kelahiranmu; meleset berhari-hari dari tenggat waktu yang diperkirakan. Bayi perempuan yang kemudian lahir normal, tanpa induksi, tanpa operasi. Sebelumnya, aku pernah bermain tebak-tebakan dengan perempuan itu – ibumu – soal tanggal kelahiranmu. Kukatakan padanya bahwa kau akan lahir pada tanggal 12 Desember agar sama dengan tanggal lahir dari seorang anak lelaki tiga bulan sebelumnya yang bagiku merupakan saudara kembarmu. Ayah anak laki-laki itu adalah versi maskulin dari ibumu. Padanya kumiliki cinta yang sama dengan cintaku pada ibumu. Namun, dugaanku meleset. Lagi-lagi, hidup selalu tak bisa ditebak. Jika saja kau lahir sesuai tanggal yang kuharapkan, maka mungkin aku akan menyayangimu karena itu. Ibumu pernah bilang kalau ia ingin orang-orang menyayangimu bukan karena ada sesuatu di sebaliknya, tapi karena apa adanya dirimu. Sekali lagi, ibumu membuatku tergugu. Dan, tahukah kau? Ketika ibumu akan dibawa ke ruang bersalin, ia bahkan masih sempat mengingatku untuk mengabarkan itu. Sayang, baterai teleponnnya habis hingga tak bisa menghubungiku. Dan, ia meminta maaf untuk itu.

Kelak, ketika kau besar, kuharap aku masih di sini. Melihatmu bertumbuh lewat tangan seorang perempuan yang menyejarah dalam hidupku. Seorang sahabat yang selalu ada tanpa perlu hadir. Seorang sahabat yang menguatkan imanku ketika aku meragukan ke-Tuhanan Yesus. Seorang sahabat yang menyejukkan ketika hidup melulu gerah. Seorang sahabat yang tertawa senang ketika berhasil menemukan kebodohanku, dan aku pun menertawainya untuk alasan yang sama. Seorang sahabat yang dengannya aku tak mengenal ‘maaf’ dan ‘terima kasih’ karena semua kesalahan sudah termaafkan sebelum ‘maaf’ terucap dan semua kebaikan adalah ketulusan sebelum ‘terima kasih’ mengikutinya. Seorang sahabat yang…


Cepatlah besar, Nak! Banyak kisah yang menunggu untuk diceritakan.


Rantepao, 1 Januari 2010. 08:10 pm


No comments: